Senin, 14 Oktober 2013

SISI GELAP THOMAS ALVA EDISON YANG TAK TEREKSPOS MEDIA


Siapa tak kenal Thomas Alva Edison, salah seorang penemu terbesar abad lalu, Dalam hidupnya ia mengantungi 3000 paten penemuan ilmiah. Lelaki kelahiran Ohio, AS,  11 Februari 1847 ini tinggal di sebuah rumah besar dengan di kelilingi pagar besi. Para tamu yang akan masuk ke halaman rumahnya harus membuka pintu gerbang besi yang amat berat, dan kemudian menutupnya kembali sampai benar-benar tertutup.


Sebagai ilmuan produktif yang banyak membuat penemuan baru. Tentu ia banyak dikunjungi tamu. Apalagi ia pernah memiliki pabrik dan labolatorium dengan 300 karyawan, suatu ketika, seorang teman dekatnya mengeluh kepada Edison, betapa ia harus menguras banyak tenaga setiap kali membuka dan menutup gerbang rumah Edison.

Dengan mengedipkan ekor matanya, Edison lalu mengantarkan sang teman naik tangga menuju ruangan di atap rumahnya. Di sana terdapat alat-alat mekanis rumit yang terdiri atas beberapa pengungkit besi, kerekan, dan pompa-pompa, Sang teman terhera-hera, apa maksud tuan rumah mengajaknya ke ruang tersebut.
“Engkau pasti tidak tahu” ujar Edison. “setiap kali ada orang yang membuka dan menutup pintu gerbang depan, secara otomatis akan memompa satu galon air ke dalam bak penampungan air di sini.”

Itulah kelebihan seorang Thomas Alva Edison. Benar kata Aristoteles, tidak pernah ada orang yang genius tanpa diwarnai dengan kesintingan.

Namun Thomas Alva Edison memiliki sisi lain yang tak kalah menarik untuk disimak, lebih kepada sisi gelar yang hal ini tentunya sangat ditutup-tutupi oleh media demi menjaga nama baik-Nya.

Kesuksesan yang diperoleh Thomas Alva Edison, si penemu lampu listrik (yang juga memiliki kekayaan hingga US$15 juta dari 1000 paten lebih ) harus dibayar sangat mahal.

Edison dikenal sangat pelit oleh para pegawainya, ia sering mempekerjakan pegawainya dalam jam kerja yang sangat panjang dan kondisi kerja membahayakan, namun membayar mereka dengan upah seminimal mungkin. Ini sebabnya ia tidak memperoleh kesetiaan dari para pegawainya.

Hidup Edison sebagian besar dihabiskan di labolatorium, dan ia hampir tidak peduli akan keluarga. Kedua istrinya semasa hidup menderita depresi, dan anaknya yang tertua Thomas Alva Edison, Jr adalah seorang alkoholik dan penderita hipokondriak (sejenis penyakit mental yang menganggap diri sendiri selalu dalam keadaaan sakit ) – yang pada akhirnya mengakhiri hidup dengan bunuh diri.

Berarti apa yang pernah diungkapkan Thomas Hardy adalah benar “Kita melihat kebahagiaan itu seperti pelangi, tidak pernah berada di atas kepala kita sendiri, tetapi selalu berada di atas kepala orang lain”.

Hal yang dialami Thomas Alva Edison memberikan sebuah pelajaran berharga bagi kita semua, bahwa setiap manusia memiliki sisi baik dan buruk, media mengenalnya dengan sosok revolusioner yang mampu menciptakan lampu pijar yang sangat berguna untuk kehidupan orang banyak.

Namun disisi lain, obsesi yang tinggi melupakannya akan hal-hal penting lainnya, keluarga merupakan salah satu aset berharga manusia selama hidup didunia ini, namun Edison  mengabaikan kehadirannya begitu saja.

Kesuksesan tanpa dukungan keluarga hampa terasa, begitupun sebaliknya, alangkah indahnya jika hidup ini kita perlakukan dengan cara yang bijak dan seimbang, agar tak ada lagi penyesalan di akhir cerita.

Tulisan ini saya kutip dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat bagi kita semua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar