Siapa tak kenal Thomas Alva Edison, salah seorang penemu
terbesar abad lalu, Dalam hidupnya ia mengantungi 3000 paten penemuan ilmiah.
Lelaki kelahiran Ohio, AS, 11 Februari
1847 ini tinggal di sebuah rumah besar dengan di kelilingi pagar besi. Para
tamu yang akan masuk ke halaman rumahnya harus membuka pintu gerbang besi yang
amat berat, dan kemudian menutupnya kembali sampai benar-benar tertutup.
Sebagai ilmuan produktif yang banyak membuat penemuan baru.
Tentu ia banyak dikunjungi tamu. Apalagi ia pernah memiliki pabrik dan
labolatorium dengan 300 karyawan, suatu ketika, seorang teman dekatnya mengeluh
kepada Edison, betapa ia harus menguras banyak tenaga setiap kali membuka dan
menutup gerbang rumah Edison.
Dengan mengedipkan ekor matanya, Edison lalu mengantarkan
sang teman naik tangga menuju ruangan di atap rumahnya. Di sana terdapat
alat-alat mekanis rumit yang terdiri atas beberapa pengungkit besi, kerekan,
dan pompa-pompa, Sang teman terhera-hera, apa maksud tuan rumah mengajaknya ke
ruang tersebut.
“Engkau pasti tidak tahu” ujar Edison. “setiap kali ada
orang yang membuka dan menutup pintu gerbang depan, secara otomatis akan
memompa satu galon air ke dalam bak penampungan air di sini.”
Itulah kelebihan seorang Thomas Alva Edison. Benar kata
Aristoteles, tidak pernah ada orang yang genius tanpa diwarnai dengan
kesintingan.
Namun Thomas Alva Edison memiliki sisi lain yang tak kalah
menarik untuk disimak, lebih kepada sisi gelar yang hal ini tentunya sangat
ditutup-tutupi oleh media demi menjaga nama baik-Nya.
Kesuksesan yang diperoleh Thomas Alva Edison, si penemu
lampu listrik (yang juga memiliki kekayaan hingga US$15 juta dari 1000 paten
lebih ) harus dibayar sangat mahal.
Edison dikenal sangat pelit oleh para pegawainya, ia sering
mempekerjakan pegawainya dalam jam kerja yang sangat panjang dan kondisi kerja
membahayakan, namun membayar mereka dengan upah seminimal mungkin. Ini sebabnya
ia tidak memperoleh kesetiaan dari para pegawainya.
Hidup Edison sebagian besar dihabiskan di labolatorium, dan
ia hampir tidak peduli akan keluarga. Kedua istrinya semasa hidup menderita
depresi, dan anaknya yang tertua Thomas Alva Edison, Jr adalah seorang
alkoholik dan penderita hipokondriak (sejenis penyakit mental yang menganggap
diri sendiri selalu dalam keadaaan sakit ) – yang pada akhirnya mengakhiri
hidup dengan bunuh diri.
Berarti apa yang pernah diungkapkan Thomas Hardy adalah
benar “Kita melihat kebahagiaan itu seperti pelangi, tidak pernah berada di
atas kepala kita sendiri, tetapi selalu berada di atas kepala orang lain”.
Hal yang dialami Thomas Alva Edison memberikan sebuah pelajaran
berharga bagi kita semua, bahwa setiap manusia memiliki sisi baik dan buruk,
media mengenalnya dengan sosok revolusioner yang mampu menciptakan lampu pijar
yang sangat berguna untuk kehidupan orang banyak.
Namun disisi lain, obsesi yang tinggi melupakannya akan
hal-hal penting lainnya, keluarga merupakan salah satu aset berharga manusia
selama hidup didunia ini, namun Edison
mengabaikan kehadirannya begitu saja.
Kesuksesan tanpa dukungan keluarga hampa terasa, begitupun
sebaliknya, alangkah indahnya jika hidup ini kita perlakukan dengan cara yang
bijak dan seimbang, agar tak ada lagi penyesalan di akhir cerita.
Tulisan ini saya kutip dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat bagi kita semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar